PRAGMATISME PEMUDA INDONESIA

MEDIABULUKUMBA.COM
Suhargo (Pemuda Bangkabelitung)
Media Bulukumba - Sejarah panjang bangsa Indonesia tidak akan pernah dapat dihilangkan dari peran pemuda. Meski bahkan para penguasa dan pemegang kekuasaan politik menghilangkannya. Sejak Kemerdekaan hingga dengan reformasi, berbagai gerakan-gerakan dengan gagasan merupakan manifestasi dari nasionalisme pemuda bangsa Indonesia. Salah satunya adalah gerakan tanggal 28 Oktober 1928 merupakan momentum sejarah dimana para pemuda menjadi simbol persatuan kaula muda kala itu. Bahkan 28 Oktober selalu diperingati sebagai hari nasional di Indonesia setiap tahunnya untuk mengenang peran pemuda. Dan sebagai contoh yang harapannya memberikan motivasi bagi pemuda di generasi selanjutnya. Namun pada saat ini realitanya nilai-nilai tersebut semakin tergerus dan persatuan pemuda pun ikut retak.

Jika melihat frasa dalam Undang-Undang, maka "Pemuda adalah warga Negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun" berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2019 tentamg Kepemudaan. Sehingga berdasarkan rentang usia 16-30 tahun, maka pemuda memiliki peran yang sangat vital dalam kemajuan Bangsa Indonesia. Pemuda pula menjadi seolah menjadi juru kunci bagi kelanjutan, keberlangsungan dan kemajuan cita luhur bangsa.



Namun pada era globalisasi dan perkembangan milenialisme, pemuda guyur oleh kemajuan teknologi dan kecepatannya. Membuat para pemuda terkesan kehilangan nalar kritis yang diimbangi oleh adat istiadat dan budaya. Pada kenyataannya seiring dengan derasnya laju globalisasi informasi dan komunikasi pemuda terjangkit virus kultur budaya asing. Diantaranya adalah semakin hedonism, individualis, dan menyatu dalam satu dimensi pragmatisme. Hal ini sudah tidak aneh lagi, lantaran kebebasan media pada saat ini memunculkan budaya pop dikalangan pemuda. 



Secara definitif maka individualis adalah menempatkan kepentingan pribadi menjadi hal paling utama, sedangkan pada saat ini peran pemuda dengan sikap idealisme gotong royong sangat diharapkan demi memberikan kemajuan dalam pembangunan bangsa. Selain itu hedonisme dalam diri pemuda muncul dengan kecerdasannya dalam memanfaatkan berbagai peluang sebagai momentum untuk dijadikan sebagai profit oriented. Hal tersebut guna mencapai pemenuhan nafsu dan perilaku konsumtif pemuda saat ini. Disisi lain bangsa Indonesia membutuhkan kecerdasan pemuda untuk membangun berbagai bidang secara moralitas nilai-nilai nasionalisme.

Hal ini justru akan menkangkangi ucapan salah satu founding father bangsa Indonesia yaitu Bung Karno, "Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncang dunia". Mungkin saja dimasa mendatang dengan mengkritalisasinya budaya asing di Indonesia akan mengkiamatkan idealisme pemuda di Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan memperjuangkan kemajuan bangsa.



Problematika tersebut terus tumbuh sebagai pragmatisme virus yang kini merebak pemuda bangsa, yang kian hari terus menyebar hingga bahkan dalam hal ini memberanikan argumentasi tegas, bahwa akan terjadi kritalisasi budaya baru yang akhirnya memudarkan budaya lokal. Secara singkat pragmatisme memberikan pengaruh perilaku pemuda yang serba menginginkan hal instant sehingga hal tersebut lahir sebagai budaya konsumtif. Serta nasionalime pemuda yang mulai luntur digoyang oleh sikap acuh tak acuh dan masa bodoh, yang juga dipengaruhi oleh pola berpikir pragmatis yang selalu mengedepankan pribadi ketimbangan kebersamaan.

Hal kuat yang menjadi contoh adalah afiliasi pemuda dengan elit politik diringi orientasi kepentingan pribadi. Sehingga dalam jalannya roda politik di Indonesia telah kehilangan pengawasan pemuda dengan nalar kritis sebagai agent of control. Kemudian prilaku malas memotivasi timbulnya sikap selalu menerima keadaan dengan apa adanya juga membuat Indonesia dan perkembangannya menjadi kehilangan pemuda sebagai agent of change. Hal tersebut terbukti dari perilaku konsumtif pemuda yang hanya mengandalkan produk asing ketimbangan menginovasi dan menghidupkan kreatifitas produk lokal.



Demikian nasionalisme dalam diri pemuda haruslah ditanamkan sejak dini baik itu usia anak dibawah umur yaitu sebelum 18 tahun berdasarkan Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak sampai dengan usia pemuda yaitu maksimal 30 tahun berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2019 tentamg Kepemudaan. Sikap bela negara, cinta tanah air, perjuangan bangsa dan hakikat keberlangsungan kemerdekaan Indonesia haruslah menyatu dalam satu dimensi nasionalime pemuda-pemuda bangsa Indonesia sebagai penerus bangsa.

Demikian pemerintah negara Indonesia dan berbagai perangkatnya haruslah sigap dalam menanggapi persoalan nasionalisme pemuda yang kian luntur dan berganti dengan pragmatisme saat ini. Hal yang paling ditakutkan adalah Indonesia mengalami krisis figur P

pemuda sebagai penerus bangsa ataupun krisis kepemimpinan yang mungkin akan terjadi dimasa mendatang. Tentu hal tersebut juga tidak dapat lepas dari peran orang tua, keluarga, dan masyarakat yang juga ikut serta mengedukasi para pemuda bangsa Indonesia. 

Penulis: Suhargo (Pemuda Bangkabelitung)

Post a Comment

Previous Post Next Post